Suatau hari ketika ibu saya berkunjung, ibu mengajak saya untuk shopping
bersamanya kerana dia menginginkan sepasang kurung yg baru. Saya
sebenarnya tidak suka pergi membeli sesuatu bersama dengan orang lain,
dan saya bukanlah orang yang sabar, tetapi walaupun demikian kami pergi
juga ke pusat membeli belah tersebut.
Kami mengunjungi setiap butik yang menyediakan pakaian wanita,
dan ibu saya mencuba sehelai demi sehelai pakaian dan mengembalikan
semuanya. Seiring hari yang berlalu, saya mulai penat dan kelihatan
jelas riak2 kecewa di wajah ibu. Akhirnya pada butik terakhir yang kami
kunjungi, ibu saya mencuba satu baju terlihat bagus dan cantik . Dan
karena ketidaksabaran saya, maka untuk kali ini saya ikut masuk dan
berdiri bersama ibu saya dalam fitting room, saya melihat bagaimana ibu
mencoba pakaian tersebut, dan dengan susah mencoba untuk mengenakannya.
Ternyata tangan-tangannya sudah mulai dilumpuhkan oleh penyakit radang
sendi dan sebab itu dia tidak dapat melakukannya, seketika
ketidaksabaran saya digantikan oleh rasa kasihan yang dalam kepadanya.
Saya berbalik pergi dan coba menyembunyikan air mata yang keluar tanpa
saya sadari. Setelah saya mendapatkan ketenangan lagi, saya kembali
masuk ke fitting room untuk membantu ibu mengenakan pakaiannya.
Pakaian ini begitu indah, dan ibu membelinya. Shopping kami telah
berakhir, tetapi kejadian tersebut terukir dan tidak dapat kulupakan
dari ingatan . Sepanjang sisa hari itu, fikiran saya tetap saja kembali
pada saat berada di dalam fitting room tersebut dan terbayang tangan ibu
saya yang sedang berusaha mengenakan pakaiannya. Kedua tangan yang
penuh dengan kasih, yang pernah menyuapi, memandikan saya, memakaikan
baju, membelai dan memeluk saya, dan terlebih dari semuanya, berdoa
untuk saya,
sekarang tangan itu telah menyentuh hati saya dengan cara yang paling sederhana dan membekas dalam hati saya.
Pada malam harinya saya pergi ke kamar ibu, namun saya sungguh
meneteskan air mata, dalam gegaman doa tangannya, beliau masih tetap
menyebut namaku dalam doanya, setelah selesai berdoa saya mendekatinya,
saya mengambil tangannya, lantas menciumnya ... ibu tersenyum mendengar
perkataanku dan menjawabnya "tangan ini sudah ibu pergunakan dengan
sebaik baiknya untuk kehidupan keluarga kita, memasak, mencuci, semua
hal dari kamu bayi dan dewasa kini, namun anaku tak ada yang lebih
berharga adalah ketika mengetahui bahwa dari kedua tanganku aku bisa
menyentuh kembali rambutmu dan mengusap-usapkan tanda sayangku kepadamu
hingga kini..." tetes air mataku mengalir kecil di pipi, mensyukuri
kasihnya tak pernah berhentii. Saya sangat bersyukur bahwa Tuhan telah
membuat saya dapat melihat dengan sejelasnya, betapa bernilai dan
berharganya kasih sayang pengorbanan dari seorang ibu.
Saya
hanya dapat berdoa bahwa suatu hari kelak tangan saya dan hati saya akan
memiliki keindahannya tersendiri. Dunia ini memiliki
banyak keajaiban, segala ciptaan Tuhan yang begitu agung, tetapi tak satu pun yang dapat menandingi keindahan tangan Ibu.
sumber:Bunda Maria Santa Perawan Suci
renungan
|
This entry was posted on Senin, Agustus 06, 2012 and is filed under
renungan
. You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.